TIMES SRAGEN, PACITAN – Di tengah gempuran event budaya yang marak digelar oleh pemerintah, budayawan senior Kabupaten Pacitan, Djohan Perwiranto, angkat bicara soal pentingnya jabatan Kepala Bidang Kebudayaan diisi sosok yang benar-benar paham esensi budaya.
Baginya, jabatan itu bukan sekadar urusan teknis pelaksanaan acara, melainkan menyangkut ruh peradaban daerah.
"Menurut saya, jabatan Kabid Kebudayaan itu harus diisi orang yang profesional dan selektif. Kira-kira, mampu nggak? Jangan asal tunjuk," ujar Djohan saat ditemui di kediamannya, Selasa (22/7/2025).
Menurut pria yang dikenal luas sebagai penjaga warisan tradisi Pacitan itu, banyak orang masih keliru memahami perbedaan antara seni dan budaya. Padahal, menurutnya, seni hanyalah satu bagian kecil dari lingkup budaya secara keseluruhan.
"Kadang orang mikirnya sempit. Seni dikira budaya. Padahal budaya itu lebih luas. Gotong royong itu budaya, bukan seni. Kalau nggak bisa membedakan, ya repot juga," tegasnya.
Djohan mencontohkan, pemahaman terhadap konsep dasar tradisi dan budaya harus dimiliki Kabid Kebudayaan. Sebab, tugasnya bukan sekadar menjalankan proyek atau menggelar acara seremonial.
"Misalnya, ada yang nanya, upacara adat itu masuknya budaya atau seni? Kethek ogleng itu masuknya mana? Kabid harus bisa jawab. Harus bisa menerjemahkan semua itu," kata Djohan.
Ia juga menekankan, nilai-nilai seperti penghayat kepercayaan, upacara bersih desa, hingga ritual adat lainnya perlu ditempatkan pada kategorisasi yang benar. Tradisi dan budaya adalah dua hal yang saling berkaitan namun berbeda konteks.
"Kalau aliran penghayat kepercayaan, itu nilai budaya. Tapi kalau bersih desa, itu nilai tradisi. Nah, itu harus bisa dibedakan," urainya.
Lebih lanjut, Djohan menyayangkan jika posisi strategis di Disparbudpora hanya dilihat sebagai jabatan teknis semata. Ia mengingatkan bahwa sejatinya ruh dari dinas tersebut terletak di bidang kebudayaan.
“Kalau cuma bisa bikin event, semua orang juga bisa. Asal ada dana, acara jalan. Tapi pemahaman mendalam tentang makna budaya, itu yang langka. Di situlah seharusnya kekuatan Kabid Kebudayaan,” tandasnya.
Tak hanya soal pemahaman, ia juga menyoroti keberlanjutan pembangunan pariwisata yang menurutnya tidak akan bertahan lama jika tidak ditopang budaya yang kuat.
"Pariwisata tanpa budaya itu rapuh. Budaya itu karya cipta manusia. Kalau tidak dipahami dan dihidupi, ya cuma jadi tontonan sesaat," pungkasnya.
Djohan berharap ke depan ada figur yang benar-benar mengerti, mencintai, dan memiliki kapasitas dalam bidang kebudayaan di Pacitan. Sebab, menurutnya, kemajuan suatu daerah tidak hanya diukur dari infrastruktur atau popularitas event, melainkan dari bagaimana ia menjaga dan menghidupkan ruh budayanya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Djohan Perwiranto Ingatkan Pentingnya Sosok Profesional di Kursi Kabid Kebudayaan Pacitan
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |