TIMES SRAGEN, JAKARTA – Menteri Sosial RI (Mensos RI) Saifullah Yusuf mengakui bahwa persoalan terbesar dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) di Indonesia adalah masih banyaknya program yang tidak tepat sasaran akibat ketidakakuratan data penerima manfaat.
"Untuk itu kami menekankan pentingnya pemutakhiran data terpadu yang kini dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS)," kata Gus Ipul - sapaan akrabnya, dalam kunjungan kerja di Pontianak, Rabu (22/10/2025).
Menurut Gus Ipul, hasil verifikasi lapangan yang dilakukan Kementerian Sosial bersama BPS dan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), menemukan sekitar 1,9 juta dinyatakan tidak memenuhi kriteria penerima bansos dari sekitar 10 juta keluarga penerima manfaat yang disurvei.
"Artinya, bantuan sosial kita belum sepenuhnya tepat sasaran. Ini menjadi pekerjaan rumah besar yang harus segera dibenahi," tuturnya.
Verfikasi dan Validasi Data Terpusat
Ia menjelaskan Presiden telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 untuk memastikan seluruh data penerima bantuan sosial dipusatkan di BPS, agar tidak lagi terjadi tumpang tindih antara data kementerian dan pemerintah daerah.
"Kementerian Sosial kini tidak lagi mengelola data sendiri. Semua terpusat di BPS yang bertugas memverifikasi dan memvalidasi data sesuai kondisi lapangan," kata dia.
Untuk meningkatkan akurasi, pemutakhiran data dilakukan melalui dua jalur, yakni jalur formal mulai dari RT, RW, hingga pemerintah daerah, serta jalur partisipatif melalui aplikasi Cek Bansos, di mana masyarakat bisa mengusulkan atau menyanggah penerima bantuan.
"Setiap tiga bulan, BPS akan memberikan umpan balik data yang menjadi acuan penyaluran bansos. Sistem ini memastikan proses berjalan lebih transparan dan partisipatif," katanya.
Mensos menegaskan data kesejahteraan sosial bersifat dinamis karena perubahan kondisi masyarakat terjadi setiap hari, seperti kelahiran, kematian, atau perpindahan domisili. Oleh sebab itu, ia mengajak seluruh dinas sosial di daerah untuk aktif memperbarui data secara konsisten.
"Sekarang benar, belum tentu besok benar. Maka yang paling penting adalah komitmen semua pihak menjaga ketelitian dan akurasi," tuturnya.
Dorong Transformasi Keluarga Penerima Manfaat
Ia mengungkapkan bahwa Presiden tidak hanya menekankan peningkatan anggaran bantuan sosial, yang tahun 2025 mencapai lebih dari Rp110 triliun di Kementerian Sosial, tetapi juga mendorong keseimbangan antara pemberian bansos dan program pemberdayaan masyarakat.
"Bansos itu sifatnya sementara, sedangkan pemberdayaan itu selamanya. Tujuannya agar keluarga penerima manfaat bisa naik kelas menjadi mandiri dan tidak lagi bergantung pada bantuan," kata Gus Ipul di hadapan para pendamping PKH dan penerima manfaat.
Untuk memperkuat strategi pemberdayaan tersebut, Presiden telah membentuk Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, yang akan memastikan keluarga penerima manfaat dapat bertransformasi menjadi keluarga produktif dan berdaya secara ekonomi.
Pendamping PKH pun diminta memiliki target menggraduasi minimal 10 keluarga setiap tahun agar tidak lagi menjadi penerima bansos.
Kolaborasi Daerah dalam Pembaruan Data
Gus Ipul menyerukan seluruh kepala daerah, dinas sosial, dan aparat kelurahan bekerja serentak dalam memperbarui dan memverifikasi data kesejahteraan sosial di wilayah masing-masing.
"Kalau datanya sama, intervensinya juga akan tepat dan hasilnya nyata. Tapi kalau datanya berbeda, program kita pasti meleset dari sasaran," kata dia.
Ia berharap dengan pemutakhiran data yang berkelanjutan, penyaluran bantuan sosial ke depan dapat lebih adil, akurat, dan berdampak langsung bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
"Tujuan akhirnya adalah masyarakat yang berdaya, bukan masyarakat yang bergantung," tuturnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mensos RI Akui Banyak Bansos Tak Tepat Sasaran, Dorong Pembenahan
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ronny Wicaksono |